
Bariskabar - Ketika mendengar kata stroke, banyak orang langsung membayangkan seseorang berusia lanjut yang tiba-tiba tak bisa bicara atau menggerakkan tubuhnya. Namun, tahukah kamu bahwa stroke ternyata tidak hanya menyerang orang dewasa? Bayi yang baru lahir pun bisa mengalaminya. Walau jarang terjadi, kasus ini nyata dan bisa berdampak serius pada tumbuh kembang anak.
Banyak orang masih mengira otak bayi terlalu muda untuk mengalami gangguan pembuluh darah. Padahal, stroke pada bayi bukan hal baru di dunia medis. Dokter anak dan ahli saraf telah lama mengamati kondisi ini, yang disebut neonatal stroke.
Kondisi ini terjadi ketika suplai darah ke otak bayi terganggu akibat penyumbatan atau perdarahan. Dampaknya, bagian otak tertentu tidak mendapat oksigen dan nutrisi yang cukup sehingga rusak.
Meski kasusnya jarang, data kesehatan menunjukkan bahwa stroke pada bayi bisa terjadi pada sekitar satu dari tiga hingga empat ribu kelahiran. Itu artinya, dari jutaan bayi yang lahir setiap tahun, ada ratusan yang mungkin mengalami kondisi ini. Fakta ini membuat para ahli menyerukan kewaspadaan lebih tinggi, terutama bagi orangtua baru.
Salah satu kasus yang sempat mencuri perhatian datang dari seorang dokter saraf di Indonesia, dr. Zicky Yombana Babeheer. Dalam peringatan World Stroke Day 2025, beliau menceritakan bahwa pernah menangani bayi berusia 27 hari yang mengalami stroke.
Bayi itu terlihat normal di awal, namun beberapa hari kemudian menunjukkan gejala aneh di tubuhnya. Setelah diperiksa, ternyata otaknya mengalami gangguan aliran darah akibat pembekuan. “Siapa pun yang punya otak, bisa kena stroke,” kata dr. Zicky. Pernyataan itu menegaskan bahwa usia muda bukan jaminan bebas dari risiko.
Mengenal Stroke pada Bayi
Stroke pada bayi, atau neonatal stroke, adalah kondisi ketika aliran darah ke otak bayi terganggu. Ada dua jenis utama stroke yang bisa terjadi:
-
Stroke Iskemik, yaitu ketika pembuluh darah tersumbat oleh gumpalan darah.
-
Stroke Hemoragik, yaitu ketika pembuluh darah di otak pecah dan menyebabkan perdarahan.
Kedua jenis stroke ini sama-sama berbahaya karena dapat merusak jaringan otak yang sedang berkembang pesat. Pada usia bayi, otak sedang sibuk membentuk jutaan sambungan saraf setiap detiknya. Gangguan sekecil apa pun bisa berdampak besar pada kemampuan bergerak, bicara, bahkan berpikir di masa depan.
Menariknya, stroke pada bayi bisa terjadi sebelum lahir, saat proses kelahiran, atau beberapa hari setelah lahir. Karena itu, dokter biasanya menilai seluruh proses kehamilan hingga pascapersalinan ketika memeriksa kasus seperti ini.
Seberapa Sering Terjadi?
Kasus stroke pada bayi memang tidak sebanyak pada orang dewasa, namun bukan berarti mustahil. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa insidensinya sekitar 1 dari 3.000 hingga 1 dari 5.000 kelahiran. Itu artinya, kondisi ini lebih sering dari yang kebanyakan orang duga.
Sebagian besar kasus terdeteksi dalam minggu pertama kehidupan bayi, meski ada juga yang baru diketahui beberapa bulan kemudian. Banyak bayi terlihat sehat di awal, lalu menunjukkan tanda-tanda keterlambatan perkembangan saat beranjak usia tiga hingga enam bulan.
Kesadaran inilah yang perlu dibangun. Jika orangtua tahu bahwa bayi bisa mengalami stroke, mereka akan lebih cepat menyadari gejala-gejalanya dan segera mencari pertolongan medis.
Penyebab Stroke pada Bayi
Penyebab stroke pada bayi cukup beragam dan sering kali melibatkan kombinasi faktor dari ibu, proses kelahiran, serta kondisi bayi sendiri. Berikut penjelasan lengkapnya.
1. Pembekuan Darah yang Tidak Normal
Inilah penyebab paling umum yang dijelaskan oleh dr. Zicky dalam kasus bayi berusia 27 hari. Ketika darah terlalu kental, alirannya jadi tidak lancar. Akibatnya, terjadi sumbatan di pembuluh darah otak yang menyebabkan stroke iskemik. Kondisi ini bisa disebabkan oleh kelainan genetik, gangguan pembekuan, atau infeksi tertentu.
2. Gangguan pada Jantung Bayi
Beberapa bayi lahir dengan kelainan jantung bawaan yang membuat aliran darah ke otak tidak stabil. Gumpalan darah kecil bisa terbentuk di jantung dan kemudian berpindah ke otak, menyebabkan sumbatan. Inilah mengapa pemeriksaan jantung sangat penting pada bayi baru lahir.
3. Komplikasi Kehamilan dan Persalinan
Kondisi ibu selama hamil sangat memengaruhi kesehatan janin. Beberapa komplikasi yang bisa meningkatkan risiko stroke antara lain:
-
Tekanan darah tinggi atau preeklamsia.
-
Infeksi selama kehamilan.
-
Plasenta yang tidak berfungsi optimal.
-
Persalinan yang sulit atau berkepanjangan.
-
Kekurangan oksigen saat lahir (hipoksia).
Saat bayi kekurangan oksigen, pembuluh darah otak bisa rusak dan memicu stroke.
4. Cedera Saat Lahir
Meski jarang, cedera mekanis saat proses persalinan juga bisa memicu perdarahan di otak. Tekanan kuat pada kepala bayi, terutama saat menggunakan alat bantu persalinan, dapat menyebabkan pembuluh darah pecah.
5. Infeksi Berat Setelah Lahir
Beberapa infeksi pada bayi baru lahir, seperti sepsis, dapat memicu peradangan di pembuluh darah otak. Peradangan inilah yang kadang menyebabkan pembekuan atau pecahnya pembuluh darah.
Gejala Stroke pada Bayi
Salah satu tantangan terbesar dari stroke pada bayi adalah mengenali gejalanya. Karena bayi belum bisa berbicara, tanda-tandanya sering kali samar dan tidak disadari oleh orangtua. Berikut beberapa gejala yang perlu diwaspadai:
1. Gerakan Tubuh Tidak Simetris
Bayi yang mengalami stroke biasanya lebih aktif menggerakkan satu sisi tubuh. Misalnya, tangan kanan tampak kuat, sedangkan tangan kiri lemah atau jarang bergerak. Kondisi ini menunjukkan salah satu sisi otak terganggu.
2. Tangisan Terlihat Miring
Ketika bayi menangis, perhatikan ekspresi wajahnya. Jika hanya satu sisi wajah yang bergerak, atau tangisannya tampak “miring”, bisa jadi itu tanda otot wajah sebelah tidak berfungsi normal akibat stroke.
3. Kejang Sebelah Tubuh
Kejang adalah gejala yang cukup sering muncul pada bayi dengan stroke. Biasanya, kejang hanya terjadi di satu sisi tubuh, bukan seluruh badan. Hal ini menandakan ada gangguan di bagian otak yang mengontrol gerakan sisi tersebut.
4. Sulit Menyusu atau Lemas
Bayi yang terkena stroke bisa tampak lemas, sulit menyusu, atau tidak responsif terhadap rangsangan. Banyak orangtua mengira bayi hanya mengantuk atau kurang energi, padahal bisa jadi ada gangguan neurologis.
5. Gerak Tidak Terlihat karena Bedong
Kebiasaan membedong bayi dengan kain yang ketat memang membuat bayi tenang, tapi bisa menutupi gejala stroke. Karena tubuhnya terbungkus, orangtua tidak bisa melihat apakah bayi menggerakkan kedua sisi tubuhnya secara seimbang.
Mengapa Gejala Sering Terlewat?
Ada beberapa alasan mengapa stroke pada bayi sering terlambat terdeteksi:
-
Bayi belum memiliki kemampuan motorik yang jelas.
-
Perbedaan kecil dalam gerakan sering dianggap normal.
-
Tenaga medis mungkin tidak langsung curiga pada stroke, karena kasusnya jarang.
Akibatnya, diagnosis sering baru ditegakkan setelah bayi menunjukkan keterlambatan perkembangan, misalnya lambat duduk, merangkak miring, atau hanya menggunakan satu tangan.
Cara Dokter Mendiagnosis Stroke pada Bayi
Diagnosis stroke pada bayi memerlukan pemeriksaan menyeluruh. Dokter biasanya melakukan:
-
Pemeriksaan fisik dan neurologi, untuk menilai kekuatan otot dan refleks.
-
MRI atau CT scan otak, untuk melihat area yang rusak.
-
Tes darah, untuk memeriksa gangguan pembekuan atau infeksi.
-
Pemeriksaan jantung, untuk mendeteksi kelainan bawaan.
Kadang, diagnosis baru bisa ditegakkan setelah semua pemeriksaan dilakukan. Proses ini memang rumit, tapi sangat penting untuk menentukan langkah pengobatan selanjutnya.
Penanganan Stroke pada Bayi
Setelah stroke terdeteksi, bayi akan mendapatkan perawatan intensif sesuai jenis dan penyebabnya.
1. Pengobatan Medis
Jika stroke disebabkan oleh penyumbatan, dokter bisa memberikan obat untuk mencegah pembekuan darah berulang. Namun, pemberian obat ini harus sangat hati-hati karena tubuh bayi masih sangat sensitif.
Pada stroke akibat perdarahan, dokter fokus menghentikan perdarahan dan menjaga tekanan di otak agar tidak meningkat.
2. Terapi Rehabilitasi
Setelah kondisi stabil, bayi akan menjalani terapi lanjutan seperti:
-
Fisioterapi, untuk memperkuat otot yang lemah.
-
Terapi okupasi, membantu bayi belajar menggunakan kedua sisi tubuhnya.
-
Terapi wicara, bila stroke memengaruhi kemampuan menelan atau bicara.
Semua terapi dilakukan bertahap sesuai usia dan kemampuan bayi.
3. Pemantauan Berkala
Bayi yang pernah mengalami stroke perlu pengawasan jangka panjang. Dokter akan memantau perkembangan motorik, bicara, dan kemampuan kognitifnya. Jika ada tanda-tanda gangguan baru, terapi tambahan bisa segera dilakukan.
Peluang Pemulihan Bayi
Kabar baiknya, otak bayi memiliki kemampuan luar biasa untuk beradaptasi. Sel-sel otak yang sehat dapat mengambil alih fungsi bagian yang rusak. Karena itu, banyak bayi yang bisa tumbuh dan berkembang mendekati normal jika mendapat penanganan tepat sejak dini.
Namun, tanpa diagnosis cepat, stroke bisa menyebabkan dampak jangka panjang seperti kelumpuhan sebagian, kesulitan bicara, atau gangguan belajar. Kunci utamanya tetap satu: deteksi dini dan intervensi cepat.
Bisakah Dicegah?
Tidak ada cara spesifik untuk mencegah stroke pada bayi, tapi ada langkah-langkah penting untuk menurunkan risikonya:
-
Rutin periksa kehamilan.
Dokter bisa mendeteksi gangguan pada ibu atau janin sejak awal. -
Kendalikan tekanan darah dan gula darah selama hamil.
Kondisi ini sering menjadi pemicu gangguan pada plasenta. -
Jaga kesehatan plasenta dan janin.
Hindari infeksi, stres berlebih, dan kebiasaan merokok. -
Perhatikan proses persalinan.
Persalinan yang aman dan terpantau dapat mencegah kekurangan oksigen pada bayi. -
Amati bayi sejak dini.
Jika gerak tubuh bayi tidak simetris atau muncul kejang, segera konsultasikan ke dokter.
Menurut dr. Zicky, kuncinya adalah menjaga “pompa, pipa, dan air” tetap sehat. Artinya, jantung harus berfungsi baik, pembuluh darah harus lancar, dan darah tidak boleh terlalu kental. Jika salah satu terganggu, risiko stroke meningkat.
Pelajaran dari Kasus Nyata
Kasus bayi 27 hari yang terkena stroke menjadi bukti bahwa penyakit ini tidak mengenal usia. Dalam kasus tersebut, pembekuan darah menjadi penyebab utama. Bayi yang terlihat sehat bisa tiba-tiba menunjukkan gejala aneh seperti gerak tidak seimbang atau tangisan miring.
Beruntung, karena orangtua segera membawa bayi ke rumah sakit, diagnosis bisa ditegakkan dan terapi segera dilakukan. Kisah ini menjadi pengingat bahwa kewaspadaan orangtua adalah garis pertahanan pertama melawan penyakit serius seperti stroke.
Kesimpulan: Waspada Bukan Berarti Panik
Stroke pada bayi memang jarang, tapi nyata. Kondisi ini bisa menimpa siapa pun, bahkan bayi berusia beberapa hari. Karena itu, penting bagi orangtua untuk mengenali gejala-gejala awal dan memahami faktor risikonya.
Dengan pengetahuan dan tindakan cepat, banyak bayi bisa pulih dan tumbuh sehat seperti anak lain. Jadi, jangan abaikan tanda kecil seperti gerakan tidak seimbang, kejang di satu sisi, atau tangisan yang tampak miring. Perhatikan, catat, dan segera konsultasikan.
Ingat, satu langkah cepat dari orangtua bisa menyelamatkan masa depan buah hati.
Komentar0