BUA0GUMiGfG7TfY6TSY7Tpr7GA==

Kebiasaan Ringan yang Sering Bikin BAB Malah Terhambat

Kebiasaan Ringan yang Sering Bikin BAB Malah Terhambat

Bariskabar - Pernah nggak kamu merasa sudah sangat ingin ke toilet, lalu duduk, mengejan—tapi ternyata hasilnya nggak sesuai harapan? Rasanya seperti buang waktu saja, perut masih penuh, badan jadi nggak nyaman. Kalau cuma sekali dua kali, mungkin masih bisa dianggap wajar. 

Tapi jika keadaan seperti ini mulai menjadi rutinitas, bisa jadi ada “musuh tersembunyi” dalam kebiasaan harianmu yang tanpa sadar merusak pola buang air besar (BAB). Kebiasaan‑yang tampak sepele namun punya potensi besar seperti: menahan dorongan BAB, terlalu lama duduk di toilet sambil main handphone, atau kurang minum dan kurang bergerak. Semua ini bisa merusak mekanisme alami tubuhmu untuk mengosongkan usus.

Dalam artikel ini, kita akan membahas secara tuntas apa yang sebenarnya terjadi saat BAB jadi susah, kebiasaan ringan yang sering jadi penyebab utama, serta langkah‑praktis yang bisa kamu mulai sekarang juga agar BAB kembali lancar.

Santai aja, baca perlahan, dan simpan sebagai referensi. Karena—jujur saja—pencernaan yang lancar itu bukan hanya soal kenyamanan tubuh, tapi juga berdampak ke mood, energi, dan kualitas hidupmu. Yuk, kita mulai!

Apa yang Terjadi Saat BAB Jadi Susah?

Ketika proses BAB terasa makin sulit, biar kamu nggak cuma “merasakan” saja tanpa tahu kenapa, ada beberapa mekanisme tubuh yang bisa kita pahami secara mudah:

  • Usus besar (kolon) bekerja menyerap air dari sisa makanan agar feses terbentuk dan kemudian dikeluarkan. Jika makanan atau feses terlalu lama berada di usus, makin banyak air yang diserap → feses jadi keras dan kering.

  • Tubuh memiliki sinyal untuk memberitahu “ayo ke toilet”, ketika feses sudah mencapai bagian akhir usus besar. Jika kamu sering menunda sinyal itu, maka tubuh mulai mengabaikannya → hasilnya dorongan makin lemah.

  • Otot dasar panggul, otot di sekitar anus dan rektum, ikut berperan dalam proses “keluar”. Bila otot‑otot itu melemah atau dipaksa bekerja terlalu keras (misalnya mengejan kuat), maka prosesnya jadi kurang efisien.

Jadi, susah BAB bukan cuma karena “kurang makan sayur”, tapi bisa juga karena banyak aspek: kedisiplinan rutinitas, kadar cairan, aktivitas fisik, hingga kebiasaan saat di toilet.

Kebiasaan Sepele yang Sering Jadi Penyebab

1. Menunda Dorongan BAB

Saat kamu merasakan keinginan untuk BAB tapi menahannya karena urusan belum selesai, fasilitas toilet tidak nyaman, atau karena “ah nanti saja”, maka kamu sedang memberi sinyal yang salah pada tubuhmu. Jika hal ini sering terjadi, tubuh akan “belajar” untuk menahan dorongan itu dan meresponsnya lebih lambat. Akibatnya: feses tertahan lebih lama, makin keras, proses keluarnya semakin sulit.

2. Duduk Terlalu Lama di Toilet

Banyak dari kita yang menghabiskan waktu di toilet lebih dari yang diperlukan— entah untuk membaca, scrolling ponsel, atau hanya “ngadem”. Padahal, waktu duduk yang terlalu lama memberi tekanan ekstra pada otot dasar panggul dan area anus/rectum. Tekanan berulang dan duduk lama bisa melemahkan otot‑otot tersebut, dan malah membuat proses pengosongan jadi kurang optimal.

3. Membawa Ponsel atau Gadget ke Toilet

Ini sangat sering terjadi: “Sekadar cek pesan dulu”, “Biar sambil main game sebentar”. Tapi efeknya ialah kamu duduk jauh lebih lama daripada waktu yang ideal untuk BAB. Waktu ekstra berarti feses makin lama tertahan, otot panggul lebih lama menegang, dan akhirnya BAB jadi nggak nyaman. Jadi, gadget di toilet bisa jadi “penjebak waktu” yang bikin proses BAB makin susah.

4. Mengejan Terlalu Keras

Kamu bisa mengejan karena feses keras atau karena ingin segera merasa “sudah selesai”. Tapi mengejan yang terlalu kuat terus‑menerus bisa menimbulkan masalah: seperti munculnya wasir (hemoroid), robekan kecil (fissura), bahkan prolaps (bagian usus keluar lewat anus) jika dibiarkan. Mengejan keras itu sinyal bahwa ada yang tidak berjalan mulus dalam proses BAB—baik itu feses terlalu keras, otot panggul kurang relaksasi, atau posisi duduk kurang ideal.

5. Asupan Serat dan Cairan yang Kurang

Walaupun sudah sering disebut, ini tetap jadi penyebab utama: kurang konsumsi serat dan cairan. Tanpa serat, feses tidak punya “bulk” yang cukup untuk mudah digerakkan oleh usus. Tanpa cairan, usus besar menyerap banyak air dari feses → jadilah feses keras. Kedua hal ini jika diabaikan, bisa memperkuat kebiasaan buruk tadi di atas.

6. Minim Aktivitas Fisik

Jika kamu banyak duduk sepanjang hari, otot‑ususmu kurang distimulasi untuk bergerak. Aktivitas fisik ringan seperti berjalan bisa merangsang peristaltik (gerakan usus) sehingga feses lebih cepat bergerak menuju pengosongan. Tanpa stimulasi ini, transit feses jadi lebih lambat dan akhirnya proses BAB jadi berat.

Kenapa Kebiasaan “Ringan” Itu Bisa Berdampak Besar?

Mungkin kamu berpikir: “Ah, cuma lama di toilet atau menahan sebentar, apa iya besar dampaknya?” Jawabannya: iya, bisa. Berikut beberapa alasannya:

  • Setiap kali kamu menunda, berarti ada penundaan waktu transit feses, artinya semakin banyak air yang diserap → feses makin keras.

  • Duduk terlalu lama dan mengandalkan gadget = otot dasar panggul tertekan terus‑menerus → akhirnya fungsi relaksasi otot panggul bisa terganggu.

  • Mengejan keras = seperti memaksa mekanik yang harusnya jalan dengan lancar. Bila dipaksa terus menerus, komponen (otot, saraf) bisa rusak atau lemah.

  • Kurang serat/cairan/gerak = kombinasi sempurna untuk memperlambat usus besar. Jadi kebiasaan sederhana seperti “tidak minum cukup” atau “melewatkan jalan kaki” pun punya efek kumulatif.

Dengan mengabaikan satu atau lebih kebiasaan tersebut dalam waktu panjang, kamu bisa terjebak dalam lingkaran: BAB makin susah → mengejan makin keras → otot panggul makin lemah → BAB makin susah.

Tips Praktis Agar BAB Kembali Lancar

Untungnya, kamu nggak perlu alat mahal atau perubahan besar overnight. Berikut langkah praktis yang bisa kamu mulai dari sekarang:

  1. Respon segera saat keinginan muncul
    Bila tiba‑tiba kamu merasa ingin BAB, usahakan jangan ditunda. Sediakan waktu di pagi hari setelah sarapan untuk ke toilet dan beri tubuhmu kesempatan.

  2. Batasi waktu di toilet
    Usahakan duduk maksimal 10 menit. Jika belum berhasil, tinggalkan dulu dan coba lagi setelah bergerak atau minum air.

  3. Hindari membawa gadget ke toilet
    Jadikan toilet sebagai ruang “kerja cepat” saja. Dengan begitu kamu nggak kehilangan waktu dari scroll atau baca‑baca.

  4. Ubah posisi duduk saat BAB
    Coba sedikit condong ke depan dengan lutut sedikit diangkat (misalnya letakkan kaki di stepladder kecil). Ini membantu sudut rektum untuk pengosongan lebih baik.

  5. Tingkatkan konsumsi serat
    Perbanyak buah‑buahan, sayuran, biji‑bijian utuh, kacang‑kacangan. Targetkan untuk punya “volume” feses yang cukup agar usus bisa memindahkannya dengan lancar.

  6. Minum cukup air
    Pastikan tubuh terhidrasi sepanjang hari. Itu membantu agar feses tetap lembut dan tidak terlalu keras untuk dikeluarkan.

  7. Bergerak secara rutin
    Jalan kaki 15‑20 menit sehari, atau lakukan peregangan ringan. Ini membantu usus “terus bergerak” dan tidak “stuck”.

  8. Bangun rutinitas BAB
    Misalnya tiap pagi selepas sarapan, luangkan waktu beberapa menit ke toilet. Setelah beberapa hari, tubuhmu bisa mulai terbiasa dan “jam internal” BAB bisa terbentuk.

  9. Perhatikan faktor pemicu tambahan
    Jika kamu menggunakan obat‑obatan tertentu, kurang tidur, atau sering stres, semua itu bisa mempengaruhi pencernaan. Kalau memang ada faktor seperti itu, pertimbangkan diskusi dengan dokter.

Kapan Harus Mulai Khawatir dan Konsultasi Dokter?

Meski banyak kasus bisa diperbaiki lewat kebiasaan, ada kondisi ketika kamu harus serius mempertimbangkan pemeriksaan medis. Beberapa petunjuknya:

  • Kamu BAB kurang dari 3 kali dalam seminggu secara konsisten.

  • Feses sangat keras, mengejan terus‑menerus, atau ada darah atau rasa sakit hebat saat BAB.

  • Terdapat penurunan berat badan tanpa sebab jelas, atau ada rasa sakit perut yang tidak normal.

  • Kondisi medis lain, seperti diabetes, hipotiroidisme, atau penggunaan obat‑obatan yang diketahui bisa menyebabkan sembelit.

Jika pun kamu sudah mencoba langkah‑diatas tapi belum membaik setelah beberapa minggu, konsultasikan dengan profesional kesehatan bisa membantu menemukan apakah ada penyebab lain (misalnya disfungsi otot panggul, saraf, atau usus).

Kesimpulan

Susah BAB tidak selalu soal “makan sayur kurang” saja. Banyak faktor yang ikut bermain—mulai dari kebiasaan harian kecil seperti menunda ke toilet, duduk terlalu lama sambil main ponsel, mengejan keras, hingga pola makan/minum dan aktivitas fisik. Kebiasaan‑kebiasaan ringan ini dapat menumpuk dan akhirnya memberi dampak besar ke sistem pencernaanmu.

Tapi kabar baiknya: perubahan hanya sedikit saja pun bisa membawa perbedaan besar. Mulai dengan respon terhadap sinyal tubuhmu, atur waktu di toilet lebih bijak, konsumsi serat & air yang cukup, dan jangan lupa bergerak. Pencernaan yang lancar bukan hanya soal keluarnya feses saja—tapi soal kenyamanan tubuh, energi harian, dan kualitas hidupmu secara keseluruhan.

Komentar0

Type above and press Enter to search.

www.bukakabar.com www.webteknologi.com