
Bariskabar - Pernah nggak kamu memperhatikan saat berkendara, semua mobil di Indonesia selalu punya setir di sisi kanan? Rasanya sudah begitu wajar, sampai kadang kita tidak lagi memikirkannya. Tapi coba bayangkan kalau kamu bepergian ke Amerika atau Jerman. Di sana, posisi setir justru di kiri, dan semua kendaraan melaju di jalur kanan.
Bagi orang Indonesia, hal itu bisa bikin pusing. Ketika pertama kali menyetir di negara seperti itu, refleks tangan dan arah belok sering kebalik. Nah, di titik inilah muncul pertanyaan klasik yang sering bikin penasaran: kenapa Indonesia pakai setir kanan dan berjalan di kiri?
Jawaban dari pertanyaan sederhana ini ternyata tidak sesederhana yang kita kira. Ada cerita panjang di baliknya, mulai dari sejarah kolonial, pengaruh bangsa asing, sampai alasan teknis dan keamanan. Mari kita bahas satu per satu supaya kamu bisa memahami mengapa sistem ini masih bertahan sampai sekarang.
Dari Kuda Hingga Mobil: Awal Mula Jalur Kiri
Sebelum mesin mobil menguasai dunia, manusia lebih dulu berpergian dengan kuda atau kereta. Saat itu, posisi seseorang di jalan tidak diatur oleh rambu, tapi oleh kebiasaan dan naluri bertahan hidup.
Sebagian besar orang pada masa itu menggunakan tangan kanan untuk bertarung atau membawa senjata. Karena itu, mereka memilih berjalan di sisi kiri jalan agar tangan kanan bisa lebih siap menghadapi ancaman dari arah berlawanan. Bayangkan kamu seorang ksatria zaman dulu. Jika musuh datang dari depan, kamu bisa langsung mengangkat pedang dari sisi kanan tanpa mengganggu arah kuda.
Kebiasaan ini berlangsung lama, terutama di Inggris dan beberapa wilayah Eropa. Akhirnya, aturan resmi dibuat untuk menegaskan kebiasaan itu. Inggris bahkan menetapkan undang-undang pada tahun 1835 yang mewajibkan kendaraan berjalan di sisi kiri.
Namun, di bagian Eropa lainnya, situasinya berubah. Ketika Napoleon Bonaparte berkuasa di Prancis, ia memerintahkan rakyatnya berjalan di sisi kanan jalan. Perintah ini kemudian menyebar ke negara-negara yang ditaklukkan oleh Prancis, termasuk Belanda. Sejak saat itu, Eropa daratan banyak yang mengemudi di jalur kanan, sedangkan Inggris dan negara bekas koloninya tetap setia di jalur kiri.
Pengaruh Kolonial Belanda di Nusantara
Sekarang kita masuk ke Nusantara. Ketika Belanda datang dan menjajah Indonesia, mereka membawa berbagai sistem administrasi dan aturan, termasuk tata cara berlalu lintas.
Menariknya, pada masa awal kolonisasi, Belanda masih menggunakan sistem jalur kiri, sama seperti Inggris. Jadi ketika mereka menetapkan aturan transportasi di Hindia Belanda, otomatis sistem itu juga diterapkan di sini. Kuda, kereta, dan kemudian mobil pertama yang datang ke Indonesia semua berjalan di jalur kiri.
Namun, ketika Belanda dikuasai oleh Prancis di bawah kekuasaan Napoleon, mereka mengubah sistemnya menjadi jalur kanan. Tapi, keputusan ini tidak sempat diterapkan di Indonesia. Jarak yang jauh dan kebiasaan masyarakat lokal membuat sistem lama tetap berjalan. Akibatnya, Hindia Belanda tetap memakai jalur kiri dan posisi setir di kanan.
Hal inilah yang menjadi akar dari sistem lalu lintas Indonesia sekarang. Jadi, bisa dibilang kita masih mewarisi pola lalu lintas dari masa penjajahan, bahkan setelah Belanda sendiri beralih ke sistem sebaliknya.
Jepang Ikut Menegaskan Sistem Setir Kanan
Setelah masa Belanda, Jepang datang menduduki Indonesia pada tahun 1942. Nah, inilah masa yang semakin memperkuat sistem setir kanan di tanah air.
Jepang merupakan salah satu negara yang sejak dulu mengemudi di jalur kiri. Semua kendaraan mereka memiliki setir di sisi kanan. Jadi, ketika pasukan Jepang menduduki Indonesia, mereka membawa serta sistem lalu lintas yang sama. Mobil-mobil militer dan kendaraan sipil Jepang di Indonesia pun menggunakan pola ini.
Karena pendudukan Jepang berlangsung beberapa tahun, masyarakat semakin terbiasa dengan sistem tersebut. Setelah Indonesia merdeka, pemerintah tidak melihat alasan kuat untuk mengubahnya. Lagipula, semua infrastruktur dan kendaraan yang tersedia sudah dirancang untuk sistem setir kanan dan jalur kiri.
Sejak saat itu, pola ini menjadi standar nasional. Hingga sekarang, semua kendaraan di Indonesia mengikuti sistem tersebut tanpa perubahan berarti.
Payung Hukum yang Menegaskan Jalur Kiri
Untuk memperkuat aturan itu, pemerintah membuat dasar hukum yang jelas. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, disebutkan bahwa setiap pengguna jalan harus mengemudi di sisi kiri.
Aturan ini berlaku untuk semua kendaraan, mulai dari mobil pribadi, bus, hingga kendaraan berat. Jalur kanan hanya digunakan untuk menyalip atau keadaan darurat.
Artinya, sistem setir kanan bukan sekadar warisan sejarah, tapi sudah menjadi bagian dari peraturan resmi negara. Semua infrastruktur, rambu, marka, dan pelatihan pengemudi disesuaikan dengan pola ini.
Bayangkan jika suatu hari Indonesia tiba-tiba ingin mengganti arah jalur seperti Amerika. Pemerintah harus mengganti semua rambu, memindahkan posisi halte, mengubah desain jalan tol, bahkan mengganti setir di semua kendaraan. Biayanya bisa mencapai triliunan rupiah dan butuh waktu puluhan tahun.
Jadi, mempertahankan sistem yang ada jauh lebih efisien dan realistis.
Peran Jepang di Dunia Otomotif Indonesia
Selain faktor sejarah, ada satu alasan kuat lainnya: industri otomotif. Setelah Indonesia merdeka, Jepang menjadi salah satu mitra dagang terbesar kita.
Sebagian besar mobil yang dijual di Indonesia berasal dari Jepang. Pabrikan seperti Toyota, Honda, Daihatsu, dan Suzuki mendominasi pasar. Semua kendaraan mereka didesain dengan setir di sebelah kanan karena Jepang sendiri memakai jalur kiri.
Karena itu, Indonesia otomatis mengikuti sistem yang sama agar tidak perlu menyesuaikan desain mobil. Selain memudahkan proses impor, hal ini juga membuat biaya produksi lebih murah. Bahkan, banyak pabrik perakitan di Indonesia juga mengikuti pola tersebut agar bisa mengekspor mobil ke negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand yang juga memakai sistem sama.
Jadi, bisa dibilang keputusan mempertahankan setir kanan bukan hanya karena sejarah, tapi juga karena alasan ekonomi yang sangat rasional.
Alasan Keamanan di Balik Posisi Setir Kanan
Selain aspek sejarah dan ekonomi, posisi setir di sebelah kanan ternyata punya nilai keamanan tersendiri.
Pertama, posisi ini memberi pandangan yang lebih jelas terhadap kendaraan dari arah berlawanan. Saat pengemudi ingin menyalip kendaraan di depannya, mereka bisa memperkirakan jarak lebih akurat karena duduk di sisi kanan jalan.
Kedua, sisi kiri mobil lebih dekat ke trotoar. Jadi, ketika penumpang turun, mereka tidak langsung menghadap ke jalan raya, melainkan ke sisi aman. Ini mengurangi risiko tertabrak kendaraan lain.
Ketiga, untuk negara dengan banyak jalan sempit dan tikungan tajam seperti Indonesia, posisi setir kanan memberi keuntungan besar. Pengemudi lebih mudah melihat tepi jalan atau mengontrol posisi kendaraan saat berpapasan dengan mobil lain.
Keempat, karena banyak negara tetangga menggunakan sistem serupa, pengemudi lintas batas tidak perlu beradaptasi ulang. Misalnya, mobil Indonesia bisa langsung digunakan di Malaysia tanpa modifikasi.
Negara Lain yang Juga Setir Kanan
Kalau kamu berpikir Indonesia unik, ternyata tidak juga. Sekitar 30 persen negara di dunia menggunakan sistem yang sama.
Negara-negara seperti Jepang, Inggris, Malaysia, Singapura, Australia, dan India juga berkendara di jalur kiri dengan setir kanan. Sebagian besar di antaranya memiliki sejarah kolonial Inggris atau pengaruh budaya Asia Timur.
Menariknya, meski jumlah negara yang memakai sistem ini lebih sedikit, sebagian di antaranya justru termasuk negara maju. Jepang dan Inggris, misalnya, tetap bertahan dengan sistem ini karena sudah terbukti aman dan efisien.
Sementara itu, negara-negara seperti Amerika Serikat, Jerman, Prancis, dan Tiongkok memilih sistem sebaliknya, yaitu setir kiri dan jalur kanan. Karena mayoritas dunia menggunakan sistem tersebut, orang sering menganggap sistem Indonesia “kebalik.” Padahal, sebenarnya kita hanya memilih jalur berbeda dari kebanyakan.
Kenapa Sistem Ini Tidak Diubah Sampai Sekarang
Mungkin kamu pernah berpikir, “Kalau kebanyakan dunia setir kiri, kenapa Indonesia nggak ikut aja?”
Nah, jawabannya ternyata cukup masuk akal.
Pertama, perubahan sistem lalu lintas akan sangat mahal dan berisiko. Bayangkan, semua mobil harus dimodifikasi, rambu-rambu diubah, dan masyarakat perlu waktu lama untuk beradaptasi.
Kedua, hampir semua mobil di Indonesia sudah berdesain setir kanan. Kalau sistem diganti, seluruh stok kendaraan di pabrik dan showroom tidak bisa digunakan.
Ketiga, jalan-jalan di Indonesia sudah didesain khusus untuk sistem ini. Mengubah arah berarti harus membangun ulang banyak fasilitas, termasuk pintu tol dan jalur angkutan umum.
Keempat, dari sisi keamanan, sistem setir kanan di jalur kiri sudah terbukti efektif. Jadi, tidak ada alasan mendesak untuk menggantinya.
Kelebihan Sistem Jalur Kiri di Indonesia
Meski terlihat “tidak umum,” sistem ini punya keunggulan tersendiri.
-
Lebih Aman untuk Penumpang
Pintu kiri mobil menghadap trotoar, sehingga penumpang lebih aman saat turun. -
Cocok untuk Jalan Kecil
Banyak jalan di Indonesia yang sempit dan berliku. Setir kanan membantu pengemudi menjaga posisi kendaraan lebih presisi. -
Mudah Menyalip dengan Aman
Pengemudi memiliki pandangan lebih luas saat ingin mendahului kendaraan lain. -
Efisien untuk Ekspor-Impor Mobil
Karena banyak negara Asia Tenggara menggunakan sistem sama, perdagangan mobil jadi lebih mudah. -
Lebih Praktis untuk Kendaraan Umum
Bus dan angkot bisa berhenti di sisi kiri tanpa mengganggu arus kendaraan utama.
Semua kelebihan ini membuat sistem setir kanan di jalur kiri masih relevan hingga sekarang.
Tantangan Sistem Setir Kanan
Tentu, tidak ada sistem yang sempurna. Ada juga beberapa tantangan dari sistem ini.
Pertama, pengemudi dari negara lain sering kesulitan menyesuaikan diri ketika datang ke Indonesia. Banyak turis yang kebingungan dengan arah belok dan posisi jalur.
Kedua, impor mobil dari negara setir kiri harus dimodifikasi, yang artinya biaya tambahan.
Ketiga, masih banyak pengemudi yang belum disiplin terhadap aturan jalur, terutama saat menyalip. Padahal, sistem ini akan berfungsi baik kalau semua pengguna jalan patuh aturan.
Namun, dengan edukasi dan penegakan hukum yang baik, tantangan ini bisa diatasi.
Perbandingan Singkat: Setir Kanan vs Setir Kiri
| Aspek | Setir Kanan (Jalur Kiri) | Setir Kiri (Jalur Kanan) |
|---|---|---|
| Negara Pengguna | Indonesia, Jepang, Inggris | Amerika, Prancis, Jerman |
| Jalur Normal | Kiri | Kanan |
| Posisi Pengemudi | Sisi kanan mobil | Sisi kiri mobil |
| Kelebihan | Aman, mudah menyalip | Arah sejalan dengan pandangan kiri |
| Cocok Untuk | Jalan sempit, tikungan tajam | Jalan lebar dan lurus |
Perbandingan ini menunjukkan bahwa masing-masing sistem punya kelebihan dan kekurangan. Tidak ada sistem yang mutlak lebih baik, semuanya tergantung kebutuhan dan kondisi negara.
Masa Depan Lalu Lintas Indonesia
Melihat perkembangan saat ini, sistem setir kanan tampaknya akan terus bertahan di Indonesia. Selain sudah menjadi budaya, sistem ini juga sejalan dengan kondisi geografis dan infrastruktur yang ada.
Tantangan terbesar bukanlah posisi setir, tapi kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas. Banyak kecelakaan terjadi karena pelanggaran aturan, bukan karena sistem jalur yang salah.
Pemerintah kini terus berusaha meningkatkan keselamatan jalan dengan teknologi baru, edukasi pengemudi, dan pengawasan ketat. Harapannya, sistem ini bisa berjalan lebih aman dan nyaman untuk semua pengguna jalan.
Kesimpulan
Jadi, kenapa Indonesia pakai setir kanan dan berjalan di sisi kiri?
Jawabannya adalah kombinasi dari sejarah, kebiasaan, pengaruh kolonial, pendudukan Jepang, serta alasan teknis dan ekonomi.
Sistem ini sudah terbukti efisien, aman, dan cocok untuk kondisi jalan di Indonesia. Mengubahnya akan menimbulkan kekacauan besar dan biaya luar biasa tinggi.
Maka, setir kanan bukan sekadar kebiasaan lama yang dipertahankan, tapi sebuah sistem yang lahir dari sejarah panjang dan pertimbangan matang.
Jadi, lain kali kamu melihat mobil dengan setir di kanan, ingatlah bahwa di baliknya ada cerita panjang tentang sejarah bangsa, strategi keselamatan, dan keputusan logis yang menjadikan Indonesia seperti sekarang.
Komentar0